Selepas terjadinya ledakan bom di beberapa daerah beberapa saat ini. menimbulkan berbagai macam hipotesa terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya terorisme, antara faktor tersebut adalah sejarah, politik, ideologi, maupun ekonomi. Walaupun sebenarnya belum ada yang bisa memastikan penyebab terjadinya aksi terorisme. Secara pasti.
Namun demikian, di antara faktor-faktor
tersebut, ada dua faktor yang menurut penulis menjadi faktor yang paling
dominan, yaitu faktor ideologi dan ekonomi. Banyak kemudian pelaku
teror yang menganggap aksinya adalah bentuk dari semangat keagamaan, dan
kemudian juga menganggap bahwa aksinya berdasarkan perintah agama.
Untuk membela agama.
Padahal, Sigmun Freud sudah mengingatkan
kita, bahwa sebagai manusia yang mempercayai agama, di mana dalam
kepribadian manusia maupun keagamaan manusia dari sisi psikoanalisa ada
tiga sistem yang harus disadari sebagai bagian dari kesadaran kita.
Ketiga sistem tersebut adalah id, ego, dan superego, yaitu alam sadar,
alam pra-sadar, dan alam tidak sadar.
Juga menurut Freud, yang mempunyai posisi
paling dominan dalam jiwa manusia adalah ketidaksadaran. Bukan alam
sadar. Perilaku manusia dikendalikan oleh alam bawah sadar seperti;
insting, hasrat, dan libido. Maka dari itu, Freud berkeyakinan bahwa
manusia yang meyakini agama secara berlebihan semacam keyakinan
terorisme bagian dari jihad yang diperintahkan agama adalah sebuah
pemahaman yang tidak tepat-kegilaan-manusia terhadap agama.
Pemahaman semacam ini biasanya
berdasarkan teks-teks agama yang dipahami tidak secara menyeluruh.
Sepotong-sepotong. Serta, fanatisme yang berlebihan mengakibatkan
manusia semakin jauh dari esensi agama itu sendiri diciptakan.
Sejatinya, agama merupakan nilai moral yang sudah melekat pada diri
manusia itu sendiri, karena manusia merupakan mahkluk etis. Tidak bisa
terbantahkan pula, bahwa agama erat hubungannya dengan nilai moral.
Agama apapun. Nilai moral tersebut bisa kita telaah dengan kritis,
metodis, dan sistematis dengan kita tetap tinggal dalam konteks agama
tersebut.
Sosio-ekonomi
Faktor ekonomi jelas sering disebut-sebut
sebagai faktor yang turut andil dalam menumbuhkan minat sesorang
melakukan aksi terorisme. Pandangan semacam ini dapat kita jumpai dalam
artikel-artikel yang fokus mengkaji terorisme. Dalam jurnal, media
elektronik, media cetak dan media yang lain.
Kesenjangan sosial, kemiskinan,
pengangguran atau generasi muda yang tidak mempunyai prospek ekonomi
adalah faktor sosio-ekonomi yang merupakan arus utama penyebab
terjadinya aksi-aksi terorisme di dunia. (Ehrlick, Liu; 2002). Tetapi
faktor-faktor sosio-ekonomi ini masih dalam perdebatan banyak pengamat
terorisme. Sehingga faktor ini kerap kali luput dari perhatian
negara-negara maju, karena dipandang faktor ini tidak relevan dengan
keadaan perekonomian negara maju yang seyogyanya perekonomiannya sudah
mapan dan akan terus berkembang.
Dalam literatur empiris, terlihat bahwa
kemiskinan serta kondisi ekonomi suatu negara tidak berkorelasi secara
langsung dengan jumlah aksi terorisme yang sering terjadi di dunia.
Namun, ada teori yang memprediksi bahwa kemiskinan dan kondisi ekonomi
yang kurang baik berpengaruh pada kualitas teror (Benmelech, berrebi,
klor; 2010).
Kemudian kemiskinan dan banyaknya
pengangguran atau masa depan anak-anak muda yang tidak memiliki prospek
ekonomi menjadi lahan basah bagi pelaku aksi teror untuk merekrut mereka
dengan iming-iming sejumlah uang yang akan diberikan kepada
keluarganya setelah ia sudah melakukan aksi teror di wilayah yang
ditentukan oleh kelompok-kelompok teror tersebut. Sebagai
pengantin-istilah yang biasa digunakan teroris-untuk pelaku aksi
terornya.
dikutip dari : http://lpminvest.com